Senin, 2008 Agustus 25
RT RW net
fazril.032@gmail.com
Pengertian RT/RW-Net
RT/RW-Net adalah jaringan komputer swadaya masyarakat dalam ruang lingkup RT/RW melalui media kabel atau Wireless 2.4 Ghz dan Hotspot sebagai sarana komunikasi rakyat yang bebas dari undang-undang dan birokrasi pemerintah. Pemanfaatan RT/RW Net ini dapat dikembangkan sebagai forum komunikasi online yang efektif bagi warga untuk saling bertukar informasi, mengemukakan pendapat, melakukan polling ataupun pemilihan ketua RT/RW dan lain-lain yang bebas tanpa dibatasi waktu dan jarak melalui media e-Mail/Chatting/Web portal, disamping fungsi koneksi internet yang menjadi fasilitas utama. Bahkan fasilitas tersebut dapat dikembangkan hingga menjadi media telepon gratis dengan teknologi VoIP.
Berapa investasi yang dibutuhkan ?
Untuk pendirian RT/RW Net ini, ada 2 biaya yang akan dikeluarkan yakni biaya investasi awal dan biaya iuran perbulan. Biaya investasi awal adalah biaya yang hanya dikeluarkan sekali yakni biaya untuk pembangunan infrastrukur. Sedangkan biaya iuran bulanan dan biaya operator adalah biaya yang akan dikeluarkan setiap bulan untuk membayar ke penyedia internet dimana besaranya akan tergantung dari besar bandwith atau kapasitas saluran yang akan disewa. Besaran biaya untuk iuran bulanan ini juga tergantung dari banyaknya pelanggan yang tergabung. Untuk koneksi Internet direncakan akan menggunakan jasa layanan Telkom yakni Speedy walau terkadang agak lambat untuk jam – jam tertentu.
Yang termasuk biaya investasi awal adalah biaya untuk pembuatan Netwotk (jaraingan) antar RT/RW dan biaya penyediaan perlengkapan untuk pemakai/warga yang ingin bergabung. Yang termasuk biaya yang akan dikeluarkan oleh calon pelanggan untuk pemenuhan perlengkapan adalah pembelian Komputer/Notebook, Wireless Card dan Antena Penerima
Untuk memulai proyek RT/RW Net harus ada tempat yang akan dijadikan sebagai Central (server) RT/RW-Net yakni tempat untuk mengelola system jaringan atau tempat akan diletakanya server perangkat modem, Billing Server, Access Point dan Switch dan juga sebagai tempat untuk mendistribusikan koneksi internet keseluruh pelanggan /rumah setiap anggota.
Untuk mendistribusikan koneksi internet keseluruh pelanggan maka ada dua cara yang umunya ditempuh yakni dengan menggunakan sistem kabel (UTP) dan sistem Wireless (Gelombang Radio). Dengan berbagai pertimbangan termasuk letak rumah para pelanggan yang tersebar maka sistem kabel tidak akan efisien jika harus menarik satu kabel kesetiap pelanggan/rumah karena jarak serta kontur tanah yang tidak rata. Dengan pertimbangan efesiensi dan efektifitas termasuk kemudahan maintenance maka kami usulkan untuk menggunakan system Wireless ketika akan mendistribusikan koneksi internet kesetiap rumah termasuk pembentukan sistem jaringan komputer atau Local Area Network (LAN).
Tujuan membangun RT/RW-Net
- Turut serta dalam pengembangan internet murah di masyarakat.
- Membangun komunitas yang sadar akan kehadiran teknologi informasi dan internet.
- Sharing informasi dilingkungan RT/RW sehingga masyarakat lebih peduli terhadap lingkungan disekitarnya.
- Mempromosikan setiap kegiatan masyarakat RT/RW ke Internet sehingga komunitas tersebut dapat lebih di kenal dan bisa dijadikan sarana untuk melakukan bisnis internet.
Tujuan lain dari RT/RW Net ini adalah membuat semacam Intranet yang berisi berbagai macam informasi tentang kegiatan yang ada di lingkungan sekitar. Dengan tersambungnya rumah-rumah ke jaringan Internet secara terus-menerus dan tidak terputus, maka bisnis internet diharapkan akan semakin marak termasuk pemanfaatan internet untuk pembayaran tagihan telpon, listrik, pengecekan Saldo Bank , pemesanan tiket Pesawat dll.
Instalasi jaringan RT/RW Net yang paling murah adalah dengan menggunakan kabel UTP dengan rentangan maksimum 100 meter, di mana di setiap titik digunakan switch ethernet untuk menguatkan sinyal sehingga dapat mencapai jarak yang lebih jauh. Kabel yang sudah terpasang ini dapat dimanfaatkan untuk penyambungan pesawat telepon biasa melalui perangkat bernama analog PBX yang berfungsi untuk menambah saluran telepon dan perangkatnya.
Untuk dapat digunakan juga sebagai sarana komunikasi, kabel UTP yang digunakan adalah Category 5 (RJ-45) yang terdiri dari delapan kabel berwarna-warni, dengan hanya empat kabel yang digunakan untuk keperluan jaringan komputer. Sementara dua pasang kabel yang tersisa biasanya dipakai untuk kontrol dalam satu jaringan PBX dan catu daya perangkat tambahan. Selanjutnya kita dapat memanfaatkan empat kabel tersebut untuk disambung ke pesawat telepon biasa, tepatnya digunakan dua kabel untuk disambung ke PBX dan kabel RJ-45 yang berwarna biru dan biru-putih dikeluarkan dari konektor RJ-45, lalu disambung ke RJ-11. Dua kabel ini dapat jalan di jaringan kabel UTP selama belum melewati switch ethernet, karena setelah melewati switch ethernet, sinyal dari PBX-nya sudah tidak dapat diteruskan lagi.
Dengan membangun jaringan seperti ini, kita sudah memiliki satu jaringan telepon di perumahan, di mana masing-masing tetangga dapat berkomunikasi dengan bebas tanpa perlu menggunakan telapon reguler (PSTN) dan tentu saja gratis. Selain itu, jaringan telepon lokal yang sudah tersambung dari rumah ke rumah sebetulnya dapat dimanfaatkan layaknya sebuah wartel, yaitu satu saluran telepon tersambung ke PSTN dan kemudian dimanfaatkan oleh beberapa telepon yang masuk ke extension dari PBX.
Peralatan yang dibutuhkan
Setiap warga yang ingin bergabung dalam komunitas RT/RW net ini maka peralatan yang dibutuhkan adalah :
- PC Desktop/Notebook
- Kartu Wireless ( untuk komputer/Notebook yang belum memilki Card Wireless/WiFi)
- Antena Yagi atau Wajan Bolik
Semua biaya untuk perlengkapan adalah biaya yang dibutuhkan oleh warga jika ingin bergabung dengan RT/RW. Jenis PC yang cocok buat warga, tipe wirless card yang bagus dan berkualitas serta jenis antena penerima yang akan dipasang disetiap rumah.
.
Sejak Internet diperkenalkan di Bogor 1 Juli tahun 1995 oleh PT BoNet Utama, perkembangan pemakai dan pelanggannya sangat lambat sekali. Dari pertengahan tahun 1995 sampai akhir 1995, jumlah pelanggannya hanya sekitar 100 orang saja, padahal prediksi yang dilakukan oleh penulis cukup meyakinkan.
Dengan asumsi 10.000 mahasiswa IPB di tahun 1995, diambil 1%-nya, didapatkan angka 100 pelanggan dari mahasiswa, kemudian dosen IPB terdiri dari sekitar 3.000 pada tahun tersebut, orang asing di Bogor jumlahnya sekitar 800 dan perusahaan menengah keatas sekitar 200, ditambah dengan masyarakat umum yang totalnya didapat angka sekitar 1.000 pelanggan yang sudah pasti membutuhkan akses Internet.
Angka 1.000 baru dicapai pada tahun 1998, setelah tiga tahun beroperasi, karena banyak sekali masalah yang terjadi sejak penulis berusaha untuk memperkenalkan Internet ke masyarakat Bogor.
Bolak balik seluruh tim BoNet berusaha untuk memasyarakatkan pemakaian Internet, dengan cara melakukan seminar dan pengenalan Internet dengan gencar, tetapi penambahan pemakai Internet masih jauh dari harapan. Dari populasi sekitar 800.000 penduduk Bogor, pelanggan Internet sampai hari ini tidak lebih dari 8.000 saja, hanya 1% dari populasi, sementara kalau kita melihat negara tetangga Singapura, pemakai Internetnya sudah lebih dari setengah penduduknya.
Ada beberapa kesulitan yang dialami untuk meningkatkan pemakai Internet, pertama masih mahalnya akses Internet, ditambah mahalnya penggunaan jaringan telepon lokal, kedua, infrastruktur yang ada belum bisa memenuhi kebutuhan pemakaian Internet, ketiga kendala bahasa yang masih mengganggu penggunaan Internet dan komputer dan terakhir daya beli masyarakat untuk membeli komputer yang sangat rendah.
Dari empat kendala tersebut, dua kendala terakhir sudah bisa diatasi, walaupun tidak secara menyeluruh, yaitu dengan memberdayakan warnet (warung Internet), dimana kendala bahasa dan “beli komputer” bisa dipecahkan. Dengan masuk ke warnet, kita bisa belajar ke penjaganya, sekaligus tidak perlu membeli komputer untuk mengakses Internet.
Sayangnya, bisnis warnet yang boom sekitar tahun 1999 - 2001, rontok karena dirusak oleh pengusaha yang”oportunitis” dan tidak punya pengetahuan yang cukup. Bisnis warnet hancur karena semua pengusahanya mempunyai cara yang sama dalam pengelolaan warnet, sehingga akhirnya mereka membanting harga dan tidak bisa melangsungkan roda bisnisnya.
Awal tahun 1999, penulis bersama DR. Onno W. Purbo, mantan dosen ITB yang terkenal dilingkungan pemakai komputer dan Internet, melakukan perjalanan roadshow seminar tentang Warung Internet di beberapa kota besar, dan dari diskusi dengan berbagai lapisan masyarakat di beberapa kota tersebut, akhirnya lahir konsep RT-RW-Net yang dikembangkan dari warnet.
Pada saat yang sama, penulis yang baru pindah kembali ke Baranangsiang Indah mempunyai masalah dalam mengakses Internet, karena jalur teleponnya sering putus dan lambat aksesnya. Dengan memberanikan diri, akhirnya dipasang saluran leased channel dari Telkom, yaitu sambungan koneksi Internet dari kantor BoNet yang berada di Pajajaran ke perumahan Baranangsiang Indah.
Saluran leased channel ini menggunakan saluran telepon nganggur yang ada di rumah tetangga penulis, dan dengan kesepakatan bersama, akhirnya dibangun satu jaringan dalam satu blok, terdiri dari tiga rumah yang berdekatan, salah satunya memang sudah ada warnet dengan menggunakan dial-up biasa.
Harga aksesnya dibuat murah, karena memang tidak memikirkan bisnis, lebih kepada mencoba konsep yang waktu itu belum diberi nama. Ketiga rumah sangat puas mendapatkan akses Internet yang murah dan cepat, sehingga beberapa bulan kemudian, tetangga di belakang penulis minta untuk bergabung.
Kesulitan utama pembangunan jaringan RT-RW-Net ini adalah jumlah pelanggannya yang masih terlalu sedikit, sehingga hasil iurannya belum bisa menutupi biaya operasi keseluruhan. Satu saluran Internet dengan kecepatan 64Kbps yang hanya bisa dipakai oleh 10 komputer, harganya sekitar empat juta Rupiah setiap bulannya.
Jika jumlah pemakainya belum mencapai 10, maka jumlah biaya gotong royong yang harus ditanggung bisa lebih mahal dari empat ratus ribu sebulan, sementara kalau lebih dari 10 mau tidak mau ada masalah dengan kecepatan aksesnya. Mau tidak mau memang kita harus mengambil resiko, yaitu dengan memperbesar rasio dari pengguna, supaya biayanya menjadi murah.
Dengan target rasio 1:2, artinya, kecepatan 64Kbps yang biasanya dipakai oleh 10 komputer, dipaksakan untuk dipakai 20 komputer, maka bisa didapatkan biaya yang lebih terjangkau, yaitu sekitar 200 ribu Rupiah setiap bulannya. Asumsi rasio 1:2 ini memang belum tentu memuaskan pemakainya, tetapi melihat pengalaman yang dialami selama ini, sepertinya angka ini bisa dipakai untuk mulai memperkenalkan akses Internet dengan kecepatan tinggi atau istilah yang sering dipakai, Internet Broadband Access.
Jika pelanggan atau pemakainya bertambah, maka rasionya bisa lebih ditingkatkan, karena kemungkinan untuk semua mengakses Internet secara bersamaan memang kecil sekali, sama seperti penggunaan saluran telepon yang menerapkan juga teknik sharing pemakaian jaringannya. Bisa dilihat Amerika yang mempunyai pelanggan Internet sangat banyak, biaya akses Internetnya hanya sekitar US$ 300 untuk kecepatan 1,5Mbps, sementara di Indonesia, dengan harga yang sama kita hanya bisa mendapatkan kecepatan maksimum 256Kbps saja, berarti kita punya selisih enam kali lipat lebih mahal dibanding Amerika.